Penulis Buku Jokowi Undercover Ditetapkan Jadi Tersangka - KEPOLISIAN Negara Republik Indonesia (Polri) resmi menahan Bambang Tri Mulyono, penulis buku ‘Jokowi Undercover’ setelah dilakukan pemeriksaan terhadapnya.
"Tersangka tidak memiliki dokumen pendukung sama sekali terkait tuduhan pemalsuan data Bapak Jokowi saat pengajuan sebagai calon Presiden di KPU (Komisi Pemilihan Umum) Pusat," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto melalui pesan singkat di Jakarta, Sabtu (31/12).
Rikwanto mengatakan, tuduhan dan sangkaan yang dimuat pada buku ‘Jokowi Undercover’ dan media sosial semua didasarkan atas sangkaan pribadi tersangka. Sementara analisis fotometrik yang diungkap tidak didasari keahlian apa pun, melainkan hanya persepsi dan perkiraan tersangka pribadi.
"Motif tersangka sebagai penulis hanya didasarkan atas keinginan untuk membuat buku yang menarik perhatian masyarakat," katanya.
Menurutnya, perbuatan tersangka menebarkan kebencian kepada keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tidak tahu menahu tentang peristiwa G-30 S/PKI 1965 dan juga peristiwa Madiun 1948.
Perbuatan tersangka, kata Rikwanto, menebarkan kebencian kepada kelompok masyarakat yang bekerja di dunia pers terkait pernyataan Bambang Tri Mulyono pada halaman 105 yang menyatakan bahwa Jokowi-Jusuf Kalla ialah pemimpin yang muncul dari dan dengan keberhasilan media massa melakukan kebohongan kepada rakyat.
"Selain itu, pada halaman 140, ia menyebut Desa Giriroto, Ngemplak, Boyolali, adalah basis PKI terkuat se-Indonesia, padahal tahun 1966 PKI sudah dibubarkan," katanya.
Rikwanto menambahkan saksi-saksi yang telah diperiksa antara lain dua anggota Polri Polda Jawa Tengah.
"Sementara, pelapor, yakni Michel Bimo dan ibunya belum diperiksa dan direncanakan habis tahun baru," ucapnya.
Sementara saksi-saksi ahli yang dihadirkan antara lain ahli ITE, bahasa, sejarah, dan sosiologi. Barang bukti yang disita antara lain perangkat komputer, telepon seluler tersangka, flashdisk, buku ‘Jokowi Undercover’ tulisan tersangka, dokumen data Presiden Jokowi saat Pilpres dari KPU Pusat, KPUD DKI Jakarta, dan KPUD Surakarta, serta pemeriksaan labfor dan unit siber.
"Tersangka tidak memiliki dokumen pendukung sama sekali terkait tuduhan pemalsuan data Bapak Jokowi saat pengajuan sebagai calon Presiden di KPU (Komisi Pemilihan Umum) Pusat," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Pol Rikwanto melalui pesan singkat di Jakarta, Sabtu (31/12).
Rikwanto mengatakan, tuduhan dan sangkaan yang dimuat pada buku ‘Jokowi Undercover’ dan media sosial semua didasarkan atas sangkaan pribadi tersangka. Sementara analisis fotometrik yang diungkap tidak didasari keahlian apa pun, melainkan hanya persepsi dan perkiraan tersangka pribadi.
"Motif tersangka sebagai penulis hanya didasarkan atas keinginan untuk membuat buku yang menarik perhatian masyarakat," katanya.
Menurutnya, perbuatan tersangka menebarkan kebencian kepada keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang tidak tahu menahu tentang peristiwa G-30 S/PKI 1965 dan juga peristiwa Madiun 1948.
Perbuatan tersangka, kata Rikwanto, menebarkan kebencian kepada kelompok masyarakat yang bekerja di dunia pers terkait pernyataan Bambang Tri Mulyono pada halaman 105 yang menyatakan bahwa Jokowi-Jusuf Kalla ialah pemimpin yang muncul dari dan dengan keberhasilan media massa melakukan kebohongan kepada rakyat.
"Selain itu, pada halaman 140, ia menyebut Desa Giriroto, Ngemplak, Boyolali, adalah basis PKI terkuat se-Indonesia, padahal tahun 1966 PKI sudah dibubarkan," katanya.
Rikwanto menambahkan saksi-saksi yang telah diperiksa antara lain dua anggota Polri Polda Jawa Tengah.
"Sementara, pelapor, yakni Michel Bimo dan ibunya belum diperiksa dan direncanakan habis tahun baru," ucapnya.
Sementara saksi-saksi ahli yang dihadirkan antara lain ahli ITE, bahasa, sejarah, dan sosiologi. Barang bukti yang disita antara lain perangkat komputer, telepon seluler tersangka, flashdisk, buku ‘Jokowi Undercover’ tulisan tersangka, dokumen data Presiden Jokowi saat Pilpres dari KPU Pusat, KPUD DKI Jakarta, dan KPUD Surakarta, serta pemeriksaan labfor dan unit siber.